Sepuluh tahun yang lalu, saya mendapati sebuah iklan berukuran
besar di harian Kompas. Itu iklan perusahaan motor Honda. Iklan itu sangat
menarik, hingga saya sampai mengguntingnya dan menempelkannya di ruang perpustakaan
pribadi saya.
Isi
iklan itu bukan tawaran untuk membeli motor Honda, tetapi sebuah inspirasi yang
luar biasa. Iklan itu berlatar belakang warna yang menarik dengan tulisan besar
‘The Power of Dream’. Kemudian, di bawah tulisan itu ada gambar sepeda model
kuno yang dipasangi mesin. Di bawahnya, dengan tulisan yang lebih kecil, iklan
itu memuat tulisan tentang kekuatan sebuah impian, betapa sepeda model kuno
yang dipasangi mesin sederhana itu kini telah menghasilkan kendaraan-kendaraan
paling modern... karena kekuatan sebuah impian!
Ya, sepeda motor dan mobil produksi Honda yang hari ini memenuhi
jalan-jalan raya, baik di desa maupun di kota di seluruh dunia, berawal dari
sebuah impian seorang bocah lelaki miskin yang rendah diri, yang dianggap bodoh
di sekolahnya, kuper sekaligus cupu, bernama Soichiro Honda. Tanpa bocah lelaki
ini, kita tak akan mengenal Civic, Jazz, City, Supra, Kharisma, MegaPro,
ataupun Nova Sonic.
Inilah salah satu bukti bahwa setiap orang berhak untuk memiliki impian, dan berhak mewujudkannya menjadi kenyataan, meski ia tidak cakep, meski ia miskin, meski ia dianggap bodoh oleh gurunya, meski ia rendah diri, meski ia hidup ketika negaranya porak-poranda karena dibom ketika Perang Dunia!
Soichiro
Honda lahir pada tahun 1906 di sebuah desa kecil di Jepang. Pada usia yang
masih sangat muda, Honda sudah sangat tertarik dengan mesin. Dalam buku
biografinya, Honda menulis, bahwa pada usia dua atau tiga tahun, ia sudah
merasa terkesan oleh bunyi mesin penggilingan yang tak jauh dari rumahnya.
Soichiro Honda mewarisi kesenangannya pada mesin dari ayahnya
yang memiliki sebuah bengkel reparasi mesin-mesin pertanian, dan juga reparasi
sepeda. Sementara orang-orang di desanya mencurahkan perhatian mereka pada
pertanian, ayah Honda lebih memfokuskan hidupnya pada mesin dan teknologi.
Akibatnya, keluarga Honda pun dianggap aneh, dan orang-orang di kampung mereka
sering mengatakan bahwa mereka tak akan bisa hidup dengan mengandalkan bengkel
mesin semacam itu.
Di sekolah, Honda bukan murid yang pandai. Ia sering merasa tidak paham dengan pelajaran-pelajaran yang disampaikan gurunya. Karenanya, ia lebih memilih untuk selalu duduk di bangku yang tak terlihat oleh gurunya, dan di sana ia duduk melamun sambil merancang gambar-gambar mesin yang terbayang dalam otaknya.
Sesungguhnya, Honda memang tidak menyukai sekolah.
Ketidaksukaannya kepada sekolah itu mungkin karena ia selalu merasa rendah diri
dikarenakan fisiknya. Ia mengaku kalau ia tidak tampan, memiliki tubuh yang
lemah, dan juga miskin. Selama masa-masa sekolah itu, Honda benar-benar
menderita karena perasaan rendah dirinya. Ia tak pernah percaya pada penampilan
fisiknya sendiri. Karenanya, ia selalu menghindari acara-acara yang
mengharuskannya tampil dengan alasan sakit atau dalih apa saja.
Tetapi Honda berpikir secara konstruktif. Ia tidak mau dihancurkan oleh rasa rendah dirinya. Ia ingin tetap bisa tampil percaya diri. Karena itulah dia kemudian mencari dari dirinya, sesuatu yang dapat ia banggakan, agar ia bisa tampil sedikit percaya diri.
Honda merasa bahwa satu-satunya hal yang diminati dan dikuasainya dengan baik hanyalah soal mesin. Karenanya, dia pun semakin memfokuskan diri pada hal itu, dan ia bertekad untuk menjadi yang terbaik dalam hal itu, mengalahkan siapa saja, agar dia bisa tampil dengan sedikit percaya diri!
Karena bukan anak yang pintar, Honda hanya membaca buku dan
bacaan-bacaan yang membahas satu bidang saja, yakni bidang mesin. Pada suatu
hari ia membaca majalah dan melihat iklan lowongan kerja, dan merasa sangat
tertarik. Lowongan kerja yang diiklankan itu adalah magang menjadi pegawai di
garasi perusahaan Hart Shokai Company, sebuah pabrik mesin kendaraan. Ia sangat
tertarik dengan pekerjaan itu, dan ia pun mengirimkan surat lamaran ke sana.
Beberapa hari kemudian, lamarannya diterima, dan saat itu juga
Honda pun nekat meninggalkan desanya untuk pergi ke Tokyo. Waktu itu usianya
baru 15 tahun.
Ketika sampai di perusahaan yang dituju, bos perusahaan itu
terkejut melihat Honda yang ternyata masih terlalu kecil untuk dipekerjakan
sebagai pegawai di pabriknya. Tetapi karena tidak tega untuk memulangkannya
kembali, maka Honda pun diserahi pekerjaan lain; mengasuh anak bungsu bos
perusahaan itu.
Honda kecewa, namun ia tak patah semangat. Ia rela menerima
pekerjaan itu, sambil berpikir suatu saat nanti ia pasti akan memperoleh
kesempatan bekerja di pabrik itu jika waktunya sudah tepat.
Maka begitulah, sambil menggendong anak bosnya yang masih kecil
itu kesana-kemari, Honda pun bebas berkeliaran ke setiap sudut bengkel reparasi
pabrik milik bosnya dan mengamati dengan cermat segala pekerjaan yang sedang
ditangani orang. Karena ketekunannya memperhatikan, Honda pun merasa sudah bisa
melakukan segala sesuatu yang dilakukan orang-orang yang bekerja di pabrik itu.
Waktu itu bisnis sedang tumbuh pesat, permintaan pasar begitu
besar, sementara jumlah produksi terus kurang memadai. Majikan Honda pun
kemudian berpikir bahwa mungkin inilah saat yang tepat untuk mempekerjakan
Honda untuk menambah jumlah tenaga kerja agar bisa memperbanyak produksi.
Hari ketika pertama kali menerima pakaian kerjanya dirasakan
Honda sebagai hari besar; akhirnya ia bisa bekerja di dunia permesinan yang
selama ini amat mempesonakannya! Bocah lelaki ini segera saja memperlihatkan
bahwa ia akan bisa menjadi ahli mesin yang baik. Setiap suara mesin yang
mencurigakan, setiap oli yang bocor, setiap karburator yang tidak beres, tak
pernah luput dari perhatiannya.
Enam tahun lamanya ia bekerja di sebuah tempat yang baginya
sangat menyenangkan itu.
Melihat hasil kerja Honda yang memuaskan, bosnya kemudian
memberikan tanggung jawab yang lebih besar kepadanya. Honda diminta untuk
kembali ke kotanya, dan diminta membuka cabang perusahaan di sana. Tidak perlu
dikatakan, Honda sangat bersemangat menerima tawaran ini, terutama karena ia
akan bisa berkumpul lagi dengan keluarganya yang selama ini telah ia
tinggalkan.
Rupanya, kota kelahiran yang telah ditinggalkan Honda selama
bertahun-tahun itu telah mengalami banyak perubahan. Honda mengira dialah
satu-satunya yang akan membuka bengkel mesin di kotanya, tetapi rupanya sebelum
itu sudah ada dua bengkel besar yang telah beroperasi di kotanya.
Honda kemudian mencari cara terbaik untuk bisa tetap membuka
bengkelnya, sekaligus mengalahkan saingan-saingannya. Ia segera menemukan dua
cara. Pertama; ia harus bersedia melakukan pekerjaan-pekerjaan reparasi yang
ditolak oleh bengkel-bengkel lain, dan kedua; ia harus bisa bekerja secepat
mungkin dengan hasil yang sebaik mungkin agar si pemilik mobil bisa segera
memakai mobilnya kembali.
Dengan dua resep sukses semacam itu, dalam waktu singkat bengkel
milik Honda segera memperoleh cap yang baik dari para pelanggannya. Tentu saja,
ia seringkali terpaksa bekerja sampai semalam suntuk agar besok pagi mobil yang
direparasinya sudah bisa diambil oleh pemiliknya. Tetapi ia suka melakukan
pengorbanan semacam itu, karena ia tahu bahwa masa depan yang baik menuntut
bukan saja perjuangan, tetapi juga pengorbanan.
Honda bukan saja bekerja dengan keras dan tekun, tetapi ia juga
kreatif. Pada zaman itu, jari-jari roda mobil terbuat dari kayu, dan tidak terlalu
baik dalam meredam guncangan. Honda memiliki gagasan untuk menggantikan
jari-jari itu dengan logam agar lebih kuat. Dan itulah yang kemudian
dilakukannya. Pada usia 30 tahun, Honda menandatangani hak patennya yang
pertama terhadap jari-jari roda yang terbuat dari logam. Ruji-ruji logam
buatannya pun segera laku keras dan diekspor ke seluruh dunia.
Sedikit demi sedikit tumbuh pikiran dalam diri Honda untuk mulai
melepaskan diri dari bosnya, dan mulai mendirikan perusahaan sendiri.
Teman-temannya meminta agar ia mengurungkan niat gila itu, tetapi Honda tetap
memilih untuk keluar dari pekerjaannya. Ia tetap berniat untuk memiliki
perusahaan sendiri.
Apa spesialisasi yang akan diambilnya? Ia melihat ring piston
akan memiliki prospek yang baik. Maka Honda pun nekat. Meski teman-temannya
tidak terlalu mendukung gagasannya, Honda menanamkan seluruh tabungan yang
dimilikinya dan membangun sebuah pabrik ring piston sendiri.
Tes produk pertamanya gagal. Ring buatannya terlalu lentur, dan
tidak laku dijual. Honda ingat bagaimana reaksi teman-temannya yang mencibir
kegagalannya dan menyalahkan tekadnya untuk membuka perusahaan sendiri. Karena
tekanan itu dan karena kegagalan yang parah itu, Honda sampai jatuh sakit cukup
serius. Tetapi karena tekadnya yang membaja, ia segera bangun kembali setelah
dua bulan terkapar di atas tempat tidur, dan kembali membangun puing-puing
impiannya.
Honda berpikir bagaimana caranya agar bisa memperoleh
pengetahuan membuat ring piston yang baik, agar perusahaannya dapat berjalan. Ia
mencoba menanyakan hal itu pada perusahaan lain yang memproduksi ring piston,
namun mereka tutup mulut dan tak membukakan rahasianya. Untuk orang lain,
mungkin mereka akan angkat tangan dan menyerah kalah, namun untuk Soichiro
Honda, tidak!
Honda pun mengambil keputusan; ia akan mendaftar masuk kuliah
dan mengambil jurusan mesin!
Maka begitulah; hidup baru dimulai. Setiap pagi, Honda berangkat
ke kampusnya untuk kuliah, dan setelah itu ia bergegas kembali ke bengkelnya
untuk mempraktikkan pengetahuan baru yang diterimanya. Selama dua tahun ia
tekun kuliah dan mempelajari permesinan, namun sesudah itu ia dipecat dari
universitasnya.
Masalahnya, Honda tidak mau mengikuti kuliah-kuliah lain selain
yang berhubungan dengan pembuatan suku cadang! Untuk hal ini ia mengatakan,
“Saya merasa bagaikan seorang yang tengah sekarat karena kelaparan, dan
bukannya diberi makan, saya malah dijejali penjelasan bertele-tele tentang
hukum makanan dan segala pengaruhnya!”
Dia kecewa dengan pemecatan itu, dan mencoba menjelaskan kepada
rektor universitasnya bahwa ia kuliah bukan untuk mencari ijazah melainkan
untuk mencari pengetahuan. Penjelasan ini justru dianggap sebagai penghinaan!
Honda pun akhirnya benar-benar berhenti kuliah, dan kembali
menghabiskan waktu di bengkelnya. Namun kali ini, ia telah menguasai
pengetahuan yang dibutuhkannya. Pabriknya mulai bisa menghasilkan ring piston
yang lebih baik. Ia telah bangkit. Perusahaannya mulai memperkuat posisi
pasarnya, dan mulai dikenal sebagai penghasil barang yang baik dan berkualitas.
Tetapi kemudian Perang Dunia II meletus dan menghentikan semua
kegiatan perusahaannya. Tepat pada bulan Juni 1945, bom yang dijatuhkan pesawat
Amerika di Nagasaki dan Hiroshima menghancurleburkan pabrik-pabriknya. Impian
besar yang telah dibangun Honda dengan susah-payah musnah dalam waktu sekejap!
Setelah Perang Dunia usai, Honda terus merenung dan berpikir
untuk kembali membangun impiannya yang telah hancur. Ia tahu saat itu situasi
ekonomi negerinya sangat menyedihkan bagi para industrialis.
Namun Honda memiliki suatu pikiran lain; waktu itu angkutan umum
sama sekali hancur akibat pemboman besar-besaran selama masa perang. Yang ada
hanya kereta api dan bus. Mobil dan bahan-bahan bakarnya sama-sama langka.
Orang Jepang kembali ke zaman sepeda, dan inilah alat angkutan yang paling populer
waktu itu.
Honda memiliki ide yang sederhana sekali, tetapi cemerlang, dan
sangat sesuai dengan kebutuhan orang banyak waktu itu; dia memasang mesin motor
pada sepeda, dan menghasilkan sepeda bermotor dengan harga murah.
Mula-mula, dia hanya mengubah motor-motor bekas yang dibelinya
dengan harga murah dari angkatan perang yang sudah tidak dipakai lagi. Dalam
waktu yang tak terlalu lama, sepeda bermotor buatannya segera menjadi barang
kegunaan banyak orang. Karena makin banyaknya permintaan, sedang persediaan
motor bekas dari angkatan perang sudah habis, Honda pun terpaksa membuat
sendiri motornya. Maka lahirlah motor pertama yang ia namai: Honda Model A.
Motor inilah yang pertama kali mulai disebut sebagai “sepeda
motor”. Dan gambar “sepeda motor” ini pulalah yang terdapat dalam iklan di
koran, yang saya ceritakan dalam awal tulisan ini.
Sepeda motor pertama buatan Honda itu terjual dalam jumlah yang
sangat banyak. Suksesnya sepeda motor ini karena Honda secara pintar telah
menemukan cara menghemat bahan bakar dengan cara mencampurkan damar pada bahan
bakar, dan dengan menciptakan karburator yang cocok.
Terpacu oleh kelahiran kembali bisnisnya, Honda pun membuka
suatu pabrik perakitan sepeda motor pada bulan Februari 1948. Tetapi ia tidak
mau berhenti di situ saja. Ia tahu ia harus mampu menghasilkan produksi yang
lebih baik, ia harus bisa menciptakan sepeda motor yang sebenarnya!
Rencananya ini terdengar gila-gilaan, karena sejak hancur
leburnya Jepang karena bom atom Amerika, di Jepang sama sekali tak ada sepeda
motor yang sebenarnya. Tetapi impian Honda adalah impian besar yang tidak dapat
dihancurkan oleh apa pun. Tekadnya sekeras baja, dan ia siap mewujudkan impian
itu, apapun risikonya!
Maka tepat pada tanggal 24 September 1948, Honda mendirikan
Honda Motor Company, perusahaan pertamanya yang memproduksi “sepeda motor yang
sebenarnya”. Produksi pertamanya kurang berhasil, sebab bodi sepeda yang
diproduksinya tidak cukup kuat untuk menyangga beban motor. Tetapi setelah
melalui kerja keras dan penelitian tanpa henti, Honda berhasil memperbaiki
kekurangan itu.
Pada bulan Agustus 1949, lahirlah model pertama sepeda motor
produksinya. Sepeda motor ini ia namakan ‘Dream’ (Impian). Sepeda motor ini
hanya berkapasitas 98 cc dan 3 tenaga kuda.
Setelah menghasilkan sepeda motor model ‘Dream’, Honda
mengembangkan sepeda motor model baru yang revolusioner; lebih cepat dan dengan
suara mesin yang lebih halus. Hampir sepuluh tahun kemudian, model ini ditiru
habis-habisan oleh produsen-produsen sepeda motor di seluruh dunia.
Sepeda motor Honda pun mencapai sukses yang belum pernah dicapai
sebelumnya. Segera saja 900 unit sepeda motor tiap bulan keluar dari jalur
perakitan pabriknya. Honda menghadapi kebutuhan untuk segera memperluas
produksinya, memodernisasi pabriknya, bahkan juga mendirikan pabrik-pabrik
baru.
Ia menghubungi bank dan menerima bantuan dana yang kemudian ia
gunakan untuk membangun kembali pabriknya secara modern, dan mulai menghasilkan
25.000 unit sepeda motor setiap bulannya. Distributornya membengkak menjadi
13.000 di segala penjuru. Pabrik-pabriknya terus bertambah, dan Soichiro Honda
pun menjadi jutawan.
Tetapi sekarang Honda menghadapi tantangan baru; ia harus bisa
membuktikan kepada dunia bahwa Jepang mampu membuat sepeda motor yang tidak
kalah dengan produksi Eropa, baik dalam kecepatannya maupun dalam keandalannya.
Maka Honda pun pergi ke Eropa, membeli sebuah sepeda motor terbaik yang ada di
sana, membawanya kembali ke Jepang, dan mempretelinya untuk diteliti. Sesudah
itu, ia pun menciptakan motor balapnya sendiri.
Motor balap itu kemudian diikutkan dalam perlombaan, dan
hasilnya sangat memuaskan. Dalam beberapa tahun semenjak itu, reputasi Honda
menyebar kemana-mana, dan berbagai model motor produksinya, dari model skuter
sampai model balap, membanjiri pasar dunia. Dari tahun ke tahun, cabang-cabang
Honda bermunculan di negeri-negeri di seluruh dunia, termasuk Brasil, Amerika
Serikat, Kanada, Jerman, Peru, Perancis, Thailand, Inggris, Swiss, Belgia dan
Australia.
Dalam buku hariannya, Honda menulis, “Kinilah waktunya untuk mulai
mewujudkan impianku yang lain; memenangkan turnamen Formula Satu. Ini mungkin
impian yang mustahil. Tetapi aku akan menghabiskan waktu, tenaga dan pikiranku
untuk impian itu. Aku tahu impianku akan terwujud, dan aku akan menang dalam
turnamen itu, cepat ataupun lambat.”
Setelah sukses dalam sepeda motor, Honda melebarkan sayapnya
pada industri mobil. Pada tahun 1962, Honda Motor Company secara resmi
menyatakan diri memasuki dunia pembuatan mobil. Tugas Honda tidaklah mudah.
Keputusannya itu berarti menghadapi saingan dari Amerika Serikat yang waktu itu
telah merajai industri mobil.
Sekali lagi Honda menguji impiannya pada persaingan untuk
menembus pasar ini. Dan pelan namun pasti, impian Honda untuk bisa memproduksi
mobil pun tercapai. Ia kemudian memasukkan mobil buatannya ke perlombaan
Formula Satu yang bergengsi itu.
Walaupun pada mulanya banyak menghadapi masalah, namun impian
besar Honda terwujud pada tanggal 24 Oktober 1962, ketika salah satu mobil
buatannya menang dalam kompetisi penting itu, dengan mengalahkan mobil-mobil
terkenal seperti Ferrari dan Lotus, hasil produksi pabrik-pabrik yang telah
berpengalaman selama bertahun-tahun dalam perlombaan dan riset.
Karena dorongan kemenangan-kemenangan ini, Honda memutuskan
untuk mulai membuat mobil untuk kepentingan umum pada tahun 1967. Ia mengkonsep
sebuah mobil yang hemat bahan bakar, dan karenanya ia memutuskan untuk membuat
mobil-mobil yang ukurannya tidak terlalu besar.
Ternyata keputusan Honda benar-benar tepat. Krisis minyak yang
terjadi pada tahun 1970-an, yang pada waktu itu sama sekali tidak diduga akan
terjadi, membuat mobil-mobil ciptaannya lebih disukai orang dibanding
mobil-mobil lain yang boros bahan bakar dan kurang ekonomis.
Karena dampak krisis minyak ini pulalah, para produsen mobil
lainnya terpaksa mendesain ulang mobil produksi mereka untuk mengurangi
pemakaian bahan bakar. Industri mobil Amerika membutuhkan waktu sepuluh tahun
untuk merebut kembali posisinya di pasar dunia.
Sementara para pesaing masih bingung memutuskan untuk mendesain
ulang mobil-mobil produksinya, Honda membanjiri pasar dengan mobil berukuran
kecil yang dicintai konsumen; Honda Civic.
Lebih dari itu, Honda adalah pabrik pertama yang memasang alat
anti polusi pada mobilnya. Karena itu, ketika pemerintah mulai memberlakukan
undang-undang anti polusi, Honda Motor Company sudah siap memenuhi standar baru
tersebut, sementara para pesaingnya masih bergelut untuk menyesuaikan diri
dengan peraturan yang baru. Faktor lain yang menunjang sukses Honda adalah
penggunaan alat-alat robot dalam pabriknya, sesuatu yang waktu itu belum
dikenal di pabrik-pabrik para pesaingnya.
Kisah keberhasilan Soichiro Honda merupakan contoh yang baik
sekali untuk membuktikan bahwa impian mungkin saja dicapai seseorang yang mulai
dengan modal seadanya, bahkan dalam keadaan yang sangat sulit sekalipun.
Selama masa-masa perang, Jepang adalah negeri yang hancur. Gaji
rata-rata rakyatnya hanya 600 dolar setahun. Apa yang kemudian disebut sebagai
“Keajaiban Jepang” itu terjadi berkat orang-orang yang berani bermimpi dan
berani mewujudkan impiannya seperti Soichiro Honda. Ingatlah dia setiap kali
kita mengeluh bahwa situasi ekonomi menghambat kita untuk bisa meraih impian.
Dan besok, setiap kali kita melihat motor atau mobil produksi
Honda yang pasti akan kita temui di jalanan mana pun, ingatlah tentang seorang
bocah lelaki miskin yang merasa dirinya jelek, dianggap bodoh, dan rendah diri,
namun berhasil mencapai impiannya yang gemilang...
Sumber : http://hoedamanis.blogspot.com/2011/03/miskin-bodoh-kuper-tapi-sukses-1.html
http://hoedamanis.blogspot.com/2011/03/miskin-bodoh-kuper-tapi-sukses-2.html
http://hoedamanis.blogspot.com/2011/03/miskin-bodoh-kuper-tapi-sukses-3.htmlhttp://hoedamanis.blogspot.com/2011/03/miskin-bodoh-kuper-tapi-sukses-2.html
http://hoedamanis.blogspot.com/2011/03/miskin-bodoh-kuper-tapi-sukses-4.html
http://hoedamanis.blogspot.com/2011/03/miskin-bodoh-kuper-tapi-sukses-5.html