='body-fauxcolumns'>

Friday, 30 May 2014

Soichiro Honda : Miskin, Bodoh, Kuper, tapi Sukses !

Sepuluh tahun yang lalu, saya mendapati sebuah iklan berukuran besar di harian Kompas. Itu iklan perusahaan motor Honda. Iklan itu sangat menarik, hingga saya sampai mengguntingnya dan menempelkannya di ruang perpustakaan pribadi saya.

Isi iklan itu bukan tawaran untuk membeli motor Honda, tetapi sebuah inspirasi yang luar biasa. Iklan itu berlatar belakang warna yang menarik dengan tulisan besar ‘The Power of Dream’. Kemudian, di bawah tulisan itu ada gambar sepeda model kuno yang dipasangi mesin. Di bawahnya, dengan tulisan yang lebih kecil, iklan itu memuat tulisan tentang kekuatan sebuah impian, betapa sepeda model kuno yang dipasangi mesin sederhana itu kini telah menghasilkan kendaraan-kendaraan paling modern... karena kekuatan sebuah impian!

Ya, sepeda motor dan mobil produksi Honda yang hari ini memenuhi jalan-jalan raya, baik di desa maupun di kota di seluruh dunia, berawal dari sebuah impian seorang bocah lelaki miskin yang rendah diri, yang dianggap bodoh di sekolahnya, kuper sekaligus cupu, bernama Soichiro Honda. Tanpa bocah lelaki ini, kita tak akan mengenal Civic, Jazz, City, Supra, Kharisma, MegaPro, ataupun Nova Sonic.

Inilah salah satu bukti bahwa setiap orang berhak untuk memiliki impian, dan berhak mewujudkannya menjadi kenyataan, meski ia tidak cakep, meski ia miskin, meski ia dianggap bodoh oleh gurunya, meski ia rendah diri, meski ia hidup ketika negaranya porak-poranda karena dibom ketika Perang Dunia!

Soichiro Honda lahir pada tahun 1906 di sebuah desa kecil di Jepang. Pada usia yang masih sangat muda, Honda sudah sangat tertarik dengan mesin. Dalam buku biografinya, Honda menulis, bahwa pada usia dua atau tiga tahun, ia sudah merasa terkesan oleh bunyi mesin penggilingan yang tak jauh dari rumahnya.

Soichiro Honda mewarisi kesenangannya pada mesin dari ayahnya yang memiliki sebuah bengkel reparasi mesin-mesin pertanian, dan juga reparasi sepeda. Sementara orang-orang di desanya mencurahkan perhatian mereka pada pertanian, ayah Honda lebih memfokuskan hidupnya pada mesin dan teknologi. Akibatnya, keluarga Honda pun dianggap aneh, dan orang-orang di kampung mereka sering mengatakan bahwa mereka tak akan bisa hidup dengan mengandalkan bengkel mesin semacam itu.

Di sekolah, Honda bukan murid yang pandai. Ia sering merasa tidak paham dengan pelajaran-pelajaran yang disampaikan gurunya. Karenanya, ia lebih memilih untuk selalu duduk di bangku yang tak terlihat oleh gurunya, dan di sana ia duduk melamun sambil merancang gambar-gambar mesin yang terbayang dalam otaknya.

Sesungguhnya, Honda memang tidak menyukai sekolah. Ketidaksukaannya kepada sekolah itu mungkin karena ia selalu merasa rendah diri dikarenakan fisiknya. Ia mengaku kalau ia tidak tampan, memiliki tubuh yang lemah, dan juga miskin. Selama masa-masa sekolah itu, Honda benar-benar menderita karena perasaan rendah dirinya. Ia tak pernah percaya pada penampilan fisiknya sendiri. Karenanya, ia selalu menghindari acara-acara yang mengharuskannya tampil dengan alasan sakit atau dalih apa saja.

Tetapi Honda berpikir secara konstruktif. Ia tidak mau dihancurkan oleh rasa rendah dirinya. Ia ingin tetap bisa tampil percaya diri. Karena itulah dia kemudian mencari dari dirinya, sesuatu yang dapat ia banggakan, agar ia bisa tampil sedikit percaya diri.

Honda merasa bahwa satu-satunya hal yang diminati dan dikuasainya dengan baik hanyalah soal mesin. Karenanya, dia pun semakin memfokuskan diri pada hal itu, dan ia bertekad untuk menjadi yang terbaik dalam hal itu, mengalahkan siapa saja, agar dia bisa tampil dengan sedikit percaya diri!


Karena bukan anak yang pintar, Honda hanya membaca buku dan bacaan-bacaan yang membahas satu bidang saja, yakni bidang mesin. Pada suatu hari ia membaca majalah dan melihat iklan lowongan kerja, dan merasa sangat tertarik. Lowongan kerja yang diiklankan itu adalah magang menjadi pegawai di garasi perusahaan Hart Shokai Company, sebuah pabrik mesin kendaraan. Ia sangat tertarik dengan pekerjaan itu, dan ia pun mengirimkan surat lamaran ke sana.



Beberapa hari kemudian, lamarannya diterima, dan saat itu juga Honda pun nekat meninggalkan desanya untuk pergi ke Tokyo. Waktu itu usianya baru 15 tahun.

Ketika sampai di perusahaan yang dituju, bos perusahaan itu terkejut melihat Honda yang ternyata masih terlalu kecil untuk dipekerjakan sebagai pegawai di pabriknya. Tetapi karena tidak tega untuk memulangkannya kembali, maka Honda pun diserahi pekerjaan lain; mengasuh anak bungsu bos perusahaan itu.

Honda kecewa, namun ia tak patah semangat. Ia rela menerima pekerjaan itu, sambil berpikir suatu saat nanti ia pasti akan memperoleh kesempatan bekerja di pabrik itu jika waktunya sudah tepat.

Maka begitulah, sambil menggendong anak bosnya yang masih kecil itu kesana-kemari, Honda pun bebas berkeliaran ke setiap sudut bengkel reparasi pabrik milik bosnya dan mengamati dengan cermat segala pekerjaan yang sedang ditangani orang. Karena ketekunannya memperhatikan, Honda pun merasa sudah bisa melakukan segala sesuatu yang dilakukan orang-orang yang bekerja di pabrik itu.

Waktu itu bisnis sedang tumbuh pesat, permintaan pasar begitu besar, sementara jumlah produksi terus kurang memadai. Majikan Honda pun kemudian berpikir bahwa mungkin inilah saat yang tepat untuk mempekerjakan Honda untuk menambah jumlah tenaga kerja agar bisa memperbanyak produksi.

Hari ketika pertama kali menerima pakaian kerjanya dirasakan Honda sebagai hari besar; akhirnya ia bisa bekerja di dunia permesinan yang selama ini amat mempesonakannya! Bocah lelaki ini segera saja memperlihatkan bahwa ia akan bisa menjadi ahli mesin yang baik. Setiap suara mesin yang mencurigakan, setiap oli yang bocor, setiap karburator yang tidak beres, tak pernah luput dari perhatiannya.

Enam tahun lamanya ia bekerja di sebuah tempat yang baginya sangat menyenangkan itu.

Melihat hasil kerja Honda yang memuaskan, bosnya kemudian memberikan tanggung jawab yang lebih besar kepadanya. Honda diminta untuk kembali ke kotanya, dan diminta membuka cabang perusahaan di sana. Tidak perlu dikatakan, Honda sangat bersemangat menerima tawaran ini, terutama karena ia akan bisa berkumpul lagi dengan keluarganya yang selama ini telah ia tinggalkan.

Rupanya, kota kelahiran yang telah ditinggalkan Honda selama bertahun-tahun itu telah mengalami banyak perubahan. Honda mengira dialah satu-satunya yang akan membuka bengkel mesin di kotanya, tetapi rupanya sebelum itu sudah ada dua bengkel besar yang telah beroperasi di kotanya.

Honda kemudian mencari cara terbaik untuk bisa tetap membuka bengkelnya, sekaligus mengalahkan saingan-saingannya. Ia segera menemukan dua cara. Pertama; ia harus bersedia melakukan pekerjaan-pekerjaan reparasi yang ditolak oleh bengkel-bengkel lain, dan kedua; ia harus bisa bekerja secepat mungkin dengan hasil yang sebaik mungkin agar si pemilik mobil bisa segera memakai mobilnya kembali.

Dengan dua resep sukses semacam itu, dalam waktu singkat bengkel milik Honda segera memperoleh cap yang baik dari para pelanggannya. Tentu saja, ia seringkali terpaksa bekerja sampai semalam suntuk agar besok pagi mobil yang direparasinya sudah bisa diambil oleh pemiliknya. Tetapi ia suka melakukan pengorbanan semacam itu, karena ia tahu bahwa masa depan yang baik menuntut bukan saja perjuangan, tetapi juga pengorbanan.

Honda bukan saja bekerja dengan keras dan tekun, tetapi ia juga kreatif. Pada zaman itu, jari-jari roda mobil terbuat dari kayu, dan tidak terlalu baik dalam meredam guncangan. Honda memiliki gagasan untuk menggantikan jari-jari itu dengan logam agar lebih kuat. Dan itulah yang kemudian dilakukannya. Pada usia 30 tahun, Honda menandatangani hak patennya yang pertama terhadap jari-jari roda yang terbuat dari logam. Ruji-ruji logam buatannya pun segera laku keras dan diekspor ke seluruh dunia.

Sedikit demi sedikit tumbuh pikiran dalam diri Honda untuk mulai melepaskan diri dari bosnya, dan mulai mendirikan perusahaan sendiri. Teman-temannya meminta agar ia mengurungkan niat gila itu, tetapi Honda tetap memilih untuk keluar dari pekerjaannya. Ia tetap berniat untuk memiliki perusahaan sendiri.
Apa spesialisasi yang akan diambilnya? Ia melihat ring piston akan memiliki prospek yang baik. Maka Honda pun nekat. Meski teman-temannya tidak terlalu mendukung gagasannya, Honda menanamkan seluruh tabungan yang dimilikinya dan membangun sebuah pabrik ring piston sendiri.

Tes produk pertamanya gagal. Ring buatannya terlalu lentur, dan tidak laku dijual. Honda ingat bagaimana reaksi teman-temannya yang mencibir kegagalannya dan menyalahkan tekadnya untuk membuka perusahaan sendiri. Karena tekanan itu dan karena kegagalan yang parah itu, Honda sampai jatuh sakit cukup serius. Tetapi karena tekadnya yang membaja, ia segera bangun kembali setelah dua bulan terkapar di atas tempat tidur, dan kembali membangun puing-puing impiannya.

Honda berpikir bagaimana caranya agar bisa memperoleh pengetahuan membuat ring piston yang baik, agar perusahaannya dapat berjalan. Ia mencoba menanyakan hal itu pada perusahaan lain yang memproduksi ring piston, namun mereka tutup mulut dan tak membukakan rahasianya. Untuk orang lain, mungkin mereka akan angkat tangan dan menyerah kalah, namun untuk Soichiro Honda, tidak!

Honda pun mengambil keputusan; ia akan mendaftar masuk kuliah dan mengambil jurusan mesin!

Maka begitulah; hidup baru dimulai. Setiap pagi, Honda berangkat ke kampusnya untuk kuliah, dan setelah itu ia bergegas kembali ke bengkelnya untuk mempraktikkan pengetahuan baru yang diterimanya. Selama dua tahun ia tekun kuliah dan mempelajari permesinan, namun sesudah itu ia dipecat dari universitasnya.

Masalahnya, Honda tidak mau mengikuti kuliah-kuliah lain selain yang berhubungan dengan pembuatan suku cadang! Untuk hal ini ia mengatakan, “Saya merasa bagaikan seorang yang tengah sekarat karena kelaparan, dan bukannya diberi makan, saya malah dijejali penjelasan bertele-tele tentang hukum makanan dan segala pengaruhnya!” 

Dia kecewa dengan pemecatan itu, dan mencoba menjelaskan kepada rektor universitasnya bahwa ia kuliah bukan untuk mencari ijazah melainkan untuk mencari pengetahuan. Penjelasan ini justru dianggap sebagai penghinaan!

Honda pun akhirnya benar-benar berhenti kuliah, dan kembali menghabiskan waktu di bengkelnya. Namun kali ini, ia telah menguasai pengetahuan yang dibutuhkannya. Pabriknya mulai bisa menghasilkan ring piston yang lebih baik. Ia telah bangkit. Perusahaannya mulai memperkuat posisi pasarnya, dan mulai dikenal sebagai penghasil barang yang baik dan berkualitas.

Tetapi kemudian Perang Dunia II meletus dan menghentikan semua kegiatan perusahaannya. Tepat pada bulan Juni 1945, bom yang dijatuhkan pesawat Amerika di Nagasaki dan Hiroshima menghancurleburkan pabrik-pabriknya. Impian besar yang telah dibangun Honda dengan susah-payah musnah dalam waktu sekejap!

Setelah Perang Dunia usai, Honda terus merenung dan berpikir untuk kembali membangun impiannya yang telah hancur. Ia tahu saat itu situasi ekonomi negerinya sangat menyedihkan bagi para industrialis.

Namun Honda memiliki suatu pikiran lain; waktu itu angkutan umum sama sekali hancur akibat pemboman besar-besaran selama masa perang. Yang ada hanya kereta api dan bus. Mobil dan bahan-bahan bakarnya sama-sama langka. Orang Jepang kembali ke zaman sepeda, dan inilah alat angkutan yang paling populer waktu itu.

Honda memiliki ide yang sederhana sekali, tetapi cemerlang, dan sangat sesuai dengan kebutuhan orang banyak waktu itu; dia memasang mesin motor pada sepeda, dan menghasilkan sepeda bermotor dengan harga murah.

Mula-mula, dia hanya mengubah motor-motor bekas yang dibelinya dengan harga murah dari angkatan perang yang sudah tidak dipakai lagi. Dalam waktu yang tak terlalu lama, sepeda bermotor buatannya segera menjadi barang kegunaan banyak orang. Karena makin banyaknya permintaan, sedang persediaan motor bekas dari angkatan perang sudah habis, Honda pun terpaksa membuat sendiri motornya. Maka lahirlah motor pertama yang ia namai: Honda Model A.


Motor inilah yang pertama kali mulai disebut sebagai “sepeda motor”. Dan gambar “sepeda motor” ini pulalah yang terdapat dalam iklan di koran, yang saya ceritakan dalam awal tulisan ini.

Sepeda motor pertama buatan Honda itu terjual dalam jumlah yang sangat banyak. Suksesnya sepeda motor ini karena Honda secara pintar telah menemukan cara menghemat bahan bakar dengan cara mencampurkan damar pada bahan bakar, dan dengan menciptakan karburator yang cocok.

Terpacu oleh kelahiran kembali bisnisnya, Honda pun membuka suatu pabrik perakitan sepeda motor pada bulan Februari 1948. Tetapi ia tidak mau berhenti di situ saja. Ia tahu ia harus mampu menghasilkan produksi yang lebih baik, ia harus bisa menciptakan sepeda motor yang sebenarnya!

Rencananya ini terdengar gila-gilaan, karena sejak hancur leburnya Jepang karena bom atom Amerika, di Jepang sama sekali tak ada sepeda motor yang sebenarnya. Tetapi impian Honda adalah impian besar yang tidak dapat dihancurkan oleh apa pun. Tekadnya sekeras baja, dan ia siap mewujudkan impian itu, apapun risikonya!

Maka tepat pada tanggal 24 September 1948, Honda mendirikan Honda Motor Company, perusahaan pertamanya yang memproduksi “sepeda motor yang sebenarnya”. Produksi pertamanya kurang berhasil, sebab bodi sepeda yang diproduksinya tidak cukup kuat untuk menyangga beban motor. Tetapi setelah melalui kerja keras dan penelitian tanpa henti, Honda berhasil memperbaiki kekurangan itu.

Pada bulan Agustus 1949, lahirlah model pertama sepeda motor produksinya. Sepeda motor ini ia namakan ‘Dream’ (Impian). Sepeda motor ini hanya berkapasitas 98 cc dan 3 tenaga kuda.

Setelah menghasilkan sepeda motor model ‘Dream’, Honda mengembangkan sepeda motor model baru yang revolusioner; lebih cepat dan dengan suara mesin yang lebih halus. Hampir sepuluh tahun kemudian, model ini ditiru habis-habisan oleh produsen-produsen sepeda motor di seluruh dunia.

Sepeda motor Honda pun mencapai sukses yang belum pernah dicapai sebelumnya. Segera saja 900 unit sepeda motor tiap bulan keluar dari jalur perakitan pabriknya. Honda menghadapi kebutuhan untuk segera memperluas produksinya, memodernisasi pabriknya, bahkan juga mendirikan pabrik-pabrik baru.

Ia menghubungi bank dan menerima bantuan dana yang kemudian ia gunakan untuk membangun kembali pabriknya secara modern, dan mulai menghasilkan 25.000 unit sepeda motor setiap bulannya. Distributornya membengkak menjadi 13.000 di segala penjuru. Pabrik-pabriknya terus bertambah, dan Soichiro Honda pun menjadi jutawan.



Tetapi sekarang Honda menghadapi tantangan baru; ia harus bisa membuktikan kepada dunia bahwa Jepang mampu membuat sepeda motor yang tidak kalah dengan produksi Eropa, baik dalam kecepatannya maupun dalam keandalannya. Maka Honda pun pergi ke Eropa, membeli sebuah sepeda motor terbaik yang ada di sana, membawanya kembali ke Jepang, dan mempretelinya untuk diteliti. Sesudah itu, ia pun menciptakan motor balapnya sendiri.

Motor balap itu kemudian diikutkan dalam perlombaan, dan hasilnya sangat memuaskan. Dalam beberapa tahun semenjak itu, reputasi Honda menyebar kemana-mana, dan berbagai model motor produksinya, dari model skuter sampai model balap, membanjiri pasar dunia. Dari tahun ke tahun, cabang-cabang Honda bermunculan di negeri-negeri di seluruh dunia, termasuk Brasil, Amerika Serikat, Kanada, Jerman, Peru, Perancis, Thailand, Inggris, Swiss, Belgia dan Australia.


Dalam buku hariannya, Honda menulis, “Kinilah waktunya untuk mulai mewujudkan impianku yang lain; memenangkan turnamen Formula Satu. Ini mungkin impian yang mustahil. Tetapi aku akan menghabiskan waktu, tenaga dan pikiranku untuk impian itu. Aku tahu impianku akan terwujud, dan aku akan menang dalam turnamen itu, cepat ataupun lambat.”

Setelah sukses dalam sepeda motor, Honda melebarkan sayapnya pada industri mobil. Pada tahun 1962, Honda Motor Company secara resmi menyatakan diri memasuki dunia pembuatan mobil. Tugas Honda tidaklah mudah. Keputusannya itu berarti menghadapi saingan dari Amerika Serikat yang waktu itu telah merajai industri mobil.

Sekali lagi Honda menguji impiannya pada persaingan untuk menembus pasar ini. Dan pelan namun pasti, impian Honda untuk bisa memproduksi mobil pun tercapai. Ia kemudian memasukkan mobil buatannya ke perlombaan Formula Satu yang bergengsi itu.

Walaupun pada mulanya banyak menghadapi masalah, namun impian besar Honda terwujud pada tanggal 24 Oktober 1962, ketika salah satu mobil buatannya menang dalam kompetisi penting itu, dengan mengalahkan mobil-mobil terkenal seperti Ferrari dan Lotus, hasil produksi pabrik-pabrik yang telah berpengalaman selama bertahun-tahun dalam perlombaan dan riset.

Karena dorongan kemenangan-kemenangan ini, Honda memutuskan untuk mulai membuat mobil untuk kepentingan umum pada tahun 1967. Ia mengkonsep sebuah mobil yang hemat bahan bakar, dan karenanya ia memutuskan untuk membuat mobil-mobil yang ukurannya tidak terlalu besar.

Ternyata keputusan Honda benar-benar tepat. Krisis minyak yang terjadi pada tahun 1970-an, yang pada waktu itu sama sekali tidak diduga akan terjadi, membuat mobil-mobil ciptaannya lebih disukai orang dibanding mobil-mobil lain yang boros bahan bakar dan kurang ekonomis.

Karena dampak krisis minyak ini pulalah, para produsen mobil lainnya terpaksa mendesain ulang mobil produksi mereka untuk mengurangi pemakaian bahan bakar. Industri mobil Amerika membutuhkan waktu sepuluh tahun untuk merebut kembali posisinya di pasar dunia.

Sementara para pesaing masih bingung memutuskan untuk mendesain ulang mobil-mobil produksinya, Honda membanjiri pasar dengan mobil berukuran kecil yang dicintai konsumen; Honda Civic.

Lebih dari itu, Honda adalah pabrik pertama yang memasang alat anti polusi pada mobilnya. Karena itu, ketika pemerintah mulai memberlakukan undang-undang anti polusi, Honda Motor Company sudah siap memenuhi standar baru tersebut, sementara para pesaingnya masih bergelut untuk menyesuaikan diri dengan peraturan yang baru. Faktor lain yang menunjang sukses Honda adalah penggunaan alat-alat robot dalam pabriknya, sesuatu yang waktu itu belum dikenal di pabrik-pabrik para pesaingnya.


Kisah keberhasilan Soichiro Honda merupakan contoh yang baik sekali untuk membuktikan bahwa impian mungkin saja dicapai seseorang yang mulai dengan modal seadanya, bahkan dalam keadaan yang sangat sulit sekalipun.

Selama masa-masa perang, Jepang adalah negeri yang hancur. Gaji rata-rata rakyatnya hanya 600 dolar setahun. Apa yang kemudian disebut sebagai “Keajaiban Jepang” itu terjadi berkat orang-orang yang berani bermimpi dan berani mewujudkan impiannya seperti Soichiro Honda. Ingatlah dia setiap kali kita mengeluh bahwa situasi ekonomi menghambat kita untuk bisa meraih impian.

Dan besok, setiap kali kita melihat motor atau mobil produksi Honda yang pasti akan kita temui di jalanan mana pun, ingatlah tentang seorang bocah lelaki miskin yang merasa dirinya jelek, dianggap bodoh, dan rendah diri, namun berhasil mencapai impiannya yang gemilang...

                   http://hoedamanis.blogspot.com/2011/03/miskin-bodoh-kuper-tapi-sukses-3.html
                  http://hoedamanis.blogspot.com/2011/03/miskin-bodoh-kuper-tapi-sukses-4.html
                 http://hoedamanis.blogspot.com/2011/03/miskin-bodoh-kuper-tapi-sukses-5.html